Pariwaraku.com – Diksi lebaran kuda pernah viral. Entah kapan kuda lebaran? Demikian politik. Diksi dan gimik adalah keterampilan dasar. “Pemimpin harus berkategori seorang filsuf”. Ia tak boleh dirantai kepentingan praktis. Mesti punya imajinasi; tentang suatu masyarakat yang dibayangkan.
Tapi ini selangkah menuju jebakan ideologis; perubahan adalah hadirnya pengetahuan baru. Pengetahuan awalnya sebuah kata-kata. Kata-kata yang disampaikan dari mulut orang bijak, terpercaya, dan jujur. Akal Budi perindu pengetahuan akan langsung berbaris melamar jadi pengikut.
Lalu dunia bergeser pada suatu suasana yang tak pernah dibayangkan. Yang pertama digugurkan adalah ikatan-ikatan non substansi, katakanlah ingin bebas atau bertahan dengan menjaga aliran darah.
Dunia terus bergerak dan berkembang. Tapi sejarah dengan substansi yang sama mengulang. Dalam periode ini secara alamiah timbul demokrasi, baik terakui atau tidak; eksplisit atau tidak. Demokrasi mewadahi perkelahian antara paham lama dan baru; antara pro dan kontra.
Entah siapa yang memahami ini? Banyak! Semua fase kehidupan akan ada titik pro dan kontra. Masa itu akan tiba, ketika barisan pengetahuan baru telah memiliki kekuatan yang imbang dengan barisan pendukung pengetahuan lama.
Mati hidupnya pertarungan ini tergantung pada siapa yang paling banyak menarik pengikut; hilang dan eksisnya tergantung sikap mereka pada barisan depan pertemuan, persilangan dan benturan.
Kehilangan, derajat keterancaman, dan untung rugi menjadi kalkulasi terakhir. Pada titik dimana kekuatan lama merasakan kerapuhan kuasa. Kerapuhan kuasa terbayang sebagai suatu kehilangan kontrol dan rentang kendali tepi batas kekuasaan.
Ini akhirnya tentang eksistensi, keselamatan dan kenyamanan! Baiklah, kita ringkas njelimet: bahwa demokrasi hanya hidup kalau ada pro dan kontra. Kalau satu suara, entah dipaksa atau karena kelelahan pikir, kemerosotan mental, kebangkrutan intelektual, itu namanya kedikatoran.
Pasti ada yang berkuasa atas semua! Kekuatan yang absolut; kekuatan yang memegang otoritas atas pengetahuan. Eksplisit atau implisit, tersurat atau tersirat; pasti ada kekuasaan.
Kekuasaan itu bisa antara kita, kau dan aku, dia denganmu, atau bisa juga bukan antara kita.
New order atau old order : kerja dan nilai lebih adalah substansinya.