pariwaraku.com – Rencana pembelajaran tatap muka di Kota Bogor dan Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Januari 2021 akan dimulai jika sekolah memenuhi syarat protokol kesehatan. Namun, tanpa persetujuan dan izin dari orangtua, pembelajaran tatap muka tidak akan terlaksana.
Merespons arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim terkait sekolah kembali melangsungkan proses belajar tatap muka, Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, keterbatasan selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) memberikan dampak luas kepada siswa, sekolah (guru), dan orangtua. Akses pendidikan melalui PJJ dirasa banyak mengalami hambatan dan dinilai tidak terlalu efektif.
Namun, membuka luas akses pembelajaran langsung dengan tatap muka pada Januari 2021 mendatang juga sangat berisiko meningkatkan penularan pada masa pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya reda dan aman.
”Kita sepakat, kesehatan dan keselamatan merupakan yang utama. Oleh karena itu, rencana pembelajaran tatap muka harus diiringi dengan kesiapan dan kepastian dari aspek protokol kesehatan,” kata Bima, Sabtu (21/11/2020).
pembelajaran tatap muka hanya bisa dilaksanakan apabila mendapatkan izin dari kesepakatan bersama dari unsur pemerintah daerah, komite sekolah atau orangtua, dan kepala sekolah. Jika salah satu dari tiga unsur itu tidak sepakat, pembelajaran tatap muka tidak akan dilaksanakan.
”Jika sekolah dibuka, hanya boleh 30 persen dari kapasitas sekolah. Intinya, jika komite sekolah atau orangtua murid tidak ada yang setuju, pembelajaran tatap muka tidak akan dilaksanakan. Jadi, izin orangtua memiliki peran kunci,” ujar Bima.
Jika skenario pembelajaran tatap muka tetap berlangsung nanti atau mendapat izin dari orangtua murid, lanjutnya, pembukaan sekolah akan bertahap dari tingkat SMA, lalu berturut-turut ke tingkat SMP dan SD.
Selain itu, sekolah yang ingin memulai pembelajaran tatap muka bisa mengajukan permohonan kepada Pemerintah Kota Bogor dengaan catatan dukungan dan persetujuaan dari oleh komite sekolah. Selanjutnya, sekolah menyiapkan secara rinci tiga aspek utama. Pertama, sistem pembelajaran yang akan dilaksanakan, seperti pengaturan jadwal pemberian mata pelajaran.
”Selain 30 persen dari kapasitas, sekolah diimbau untuk berinovasi dengan belajar di luar kelas. Sistemnya hibrid, antara tatap muka dan pembelajaran jarak jauh. Itu harus disiapkan,” kata Bima.
Kedua, kesiapan protokol kesehatan harus memenuhi daftar periksa. Dinas Pendiddikan dan Dinas Kesehatan Kota Bogor akan menyosialisasikan daftar pemeriksaan yang harus dipenuhi sekolah, seperti kesiapan pengukur suhu tubuh, tes usap bagi guru dan tenaga pendidik, dan jarak bangku hingga kesiapan jika ada peristiwa darurat, misalnya ada siswa yang positif. Jika ada siswa positif, Pemkot Bogor segera mengevaluasi pembelajaran tatap muka dan menghentikan pembelajaran di sekolah. Bahkan, jika dalam proses belajar ada pelanggaran protokol kesehatan, pihak sekolah akan mendapatkan teguran dan sanksi.
Ketiga, lanjut Bima, lingkungan di sekitar sekolah juga harus menjadi perhatian. Jangan sampai lingkungan sekolah tidak menjalankan protokol kesehatan dengan baik. Jika mengetahui ada lokasi yang rawan menjadi tempat kerumunan pelajar, sekolah harus segera bertindak. Apabila sekolah membiarkan kerumunan itu, pemerintah akan memberikan teguran dan sanksi.
”Kami tidak ingin lingkungan sekitar sekolah jadi tempat kerumunan murid. Ini berisiko, kantin di sekitar sekolah bisa menjadi tempat nongkrong. Jadi, kami akan koordinasi dengan aparatur wilayah setempat untuk mengawasi lingkungan di sekitar sekolah,” tutur Bima.