Edhy Prabowo dan Pesta Suap Izin Ekspor Benih Lobster di KKP

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo Menjadi Tahanan KPK.
Bagikan Artikel ini

pariwaraku.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka korupsi, Rabu (25/11/2020) malam.

Politikus Partai Gerindra pimpinan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ini diduga menerima sejumlah uang suap atas perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas sejenis lain tahun 2020.

Bacaan Lainnya

Edhy menjadi tersangka penerima bersama enam orang lain: staf khusus MenKPP Safri, staf khusus MenKKP Andreau Pribadi Misata, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi, staf istri MenKKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin. Sementara tersangka pemberi adalah Suharjito, Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).

“Ditahan selama 20 hari sejak 25 November 2020 sampai 14 Desember 2020 di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih untuk tersangka EP, SAF, SWD, AF, dan SJT,” ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu malam.

Di antara para tersangka, Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin masih bebas dan tengah diburu. Nawawi meminta mereka sebaiknya menyerahkan diri.

Edhy dan para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara Suharjito sebagai tersangka pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Duduk Perkara Kasus

Kasus ini berawal ketika Edhy menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (due diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020. Ia menunjuk dua staf khususnya, Andreau dan Safri, sebagai ketua dan wakil ketua pelaksana tim.

Mereka ditugaskan memeriksa kelengkapan administrasi yang akan diajukan calon eksportir benur.

Di Era Edhy kebijakan ekspor benur alias benih lobster dilegalisasi, setelah pada era Susi Pudjiastuti dilarang karena dianggap lebih banyak ruginya. Oleh karena itu, ketika kabar penangkapan Edhy muncul, Rabu pagi, perhatian publik terhadap Susi pun meningkat.

Sebagai pemimpin tim pelaksana, pada Oktober lalu Safri menerima kunjungan Direktur PT DPP Suharjito di lantai 16 kantor KPP. Perusahaan ini adalah calon eksportir benih lobster. Di sana dinyatakan bahwa ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK. Amiril, Andreau, dan Siswadi selaku pengurus PT ACK mengatakan biaya angkut sebesar Rp 1.800 per ekor.

loading…

Kesepakatan terjadi. Atas perintah Edhy, Tim Uji Tuntas memberikan hak ekspor benur kepada PT DPP. PT DPP mentransfer duit Rp 731.573.564 ke rekening PT ACK. “Pengiriman menggunakan PT ACK telah dilakukan sebanyak 10 kali,” ujar Nawawi.


Bagikan Artikel ini

Pos terkait